photo img-20170607-wa0001_zpshudaftl5.jpg

Deny Adhar

Sabtu, 10 Juni 2017

Toleransi Beragama Di Lingkungan Kampus

                 Sebenarnya judul artikel ini terasa agak lucu karena selama ini belum pernah terdengar adanya ketegangan secara frontal yang disebabkan oleh intoleransi beragama antar mahasiswa baik intra kampus maupun antar kampus atau bisa disebut perang agama di kampus.  Bahkan yang lebih sering menyebabkan ketegangan yang tampak jelas terlihat menimbulkan instabilitas di lingkungan kampus adalah mismanajemen kampus ataupun egofakultas dan event-event tertentu seperti pertandingan olahraga dan lain sebagainya seperti yang kita ketahui telah terjadi pada beberapa kampus.
Tetapi melihat perkembangan kondisi sosial politik yang terjadi akhir-akhir ini maka dirasa perlu untuk membuat sebuah pandangan faktual terhadap kondisi mental toleransi beragama di kampus yang dimaksudkan agar suasana kondusif yang sudah terjaga selama ini tidak terpengaruh oleh gejolak dan riak masalah toleransi yang dianggap sedang terjadi di luar lingkungan kampus.
Pada dasarnya kata toleransi bukanlah kata asing yang terasa asing ditelinga masyarakat Indonesia apalagi bagi masyarakat kampus yang tentu saja berisi insan terdidik. Toleransi secara umum dapat dimaknai sebagai sikap yang mempersilahkankan seseorang atau sekelompok masyarakat untuk melaksanakan suatu bentuk keyakinan beragama sesuai dengan ajaran agama masing-masing yang keberadaannya diakui secara sah oleh konstitusi yang berlaku di Negara Indonesia.
Agar sikap toleransi beragama ini dapat berlangsung dengan baik maka dituntut suatu sikap saling hormat-menghormati dari setiap penganut agama terhadap syariat keagamaan yang berlaku pada masing-masing agama. Sebagi contoh adalah Puasa yang merupakan syariat agama islam dimana pemeluknya tidak makan dan minum pada siang hari selama sebulan penuh pada bulan Ramadhan, maka umat beragama lain yang tidak beragama islam harus menghormati syariat tersebut dengan cara tidak mengkonsumsi makanan dan minuman di depan umat islam yang sedang berpuasa. Itulah sikap yang benar dalam rangka menjaga toleransi beragama, dan hal ini juga berlaku di dalam kampus. Bukan dengan membalik logika dengan mengatakan bahwa yang berpuasa harus menghormati yang tidak berpuasa, maka dapat dikatakan ini adalah sebuah logika yang sesat dan dapat menimbulkan polemik antar umat beragama.
Begitupula terhadap ajaran-ajaran yang didalam kitab-kitab suci masing masing agama, tidak boleh ditafsirkan oleh orang yang bukan ahlinya sehingga menyebabkan perpecahan antar umat beragama seperti yang terjadi baru-baru ini.  Penafsiran tersebut hanya boleh dilakukan oleh orang yang memiliki kompetensi di bidang penafsiran ajaran agama, dan diskusi tentang ajaran didalam kitab suci agama memiliki wadah tersendiri yang disebut sebagai Ilmu Perbandingan Agama yang ada di Institusi Keagamaan.
Lingkungan kampus sebagai tempat berkumpulnya para intelektual tentunya sudah sangat memahami hal ini dengan baik, namun tidak dapat dipungkiri bahwa akan ada oknum oknum tertentu dari setiap pemeluk agama yang memiliki faham yang menyimpang dari pemahaman yang benar terhadap sikap toleransi beragama dengan berbagai latar belakang yang berbeda beda pula.

Oleh karena itu dibutuhkan keperdulian dan pengayoman yang tinggi terhadap perkembangan kondisi toleransi beragama di kampus dengan memperhatikan perkembangan sosial media, perubahan sikap dan prilaku, serta organisasi organisasi keagamaan mahasiswa yang ada di lingkungan kampus. Dengan demikian diharapkan toleransi beragama di lingkungan kampus dapat terjaga dengan  baik sehingga proses pendidikan dapat berjalan dengan lancar dan tentunya hal ini dapat meningkatkan citra kampus sehingga nama baik kampus akan memperoleh nilai yang sangat positif pada lingkungan sekitar dimana kampus berada.

Jadi, sudah saatnya mahasiswa membumikan sikap toleransi beragama di kampus, khususnya dikampus Universitas Potensi Utama Medan dengan cara membuka kesadaran untuk membuka diri dan saling menghargai.
Akhir dari tulisan ini adalah "Toleransi itu memahami bukan mengakui, membiarkan bukan membenarkan".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar