Tetapi melihat perkembangan kondisi
sosial politik yang terjadi akhir-akhir ini maka dirasa perlu untuk membuat
sebuah pandangan faktual terhadap kondisi mental toleransi beragama di kampus
yang dimaksudkan agar suasana kondusif yang sudah terjaga selama ini tidak
terpengaruh oleh gejolak dan riak masalah toleransi yang dianggap sedang
terjadi di luar lingkungan kampus.
Pada dasarnya kata toleransi
bukanlah kata asing yang terasa asing ditelinga masyarakat Indonesia apalagi
bagi masyarakat kampus yang tentu saja berisi insan terdidik. Toleransi secara
umum dapat dimaknai sebagai sikap yang mempersilahkankan seseorang atau
sekelompok masyarakat untuk melaksanakan suatu bentuk keyakinan beragama sesuai
dengan ajaran agama masing-masing yang keberadaannya diakui secara sah oleh
konstitusi yang berlaku di Negara Indonesia.
Agar sikap toleransi beragama ini
dapat berlangsung dengan baik maka dituntut suatu sikap saling
hormat-menghormati dari setiap penganut agama terhadap syariat keagamaan yang
berlaku pada masing-masing agama. Sebagi contoh adalah Puasa yang merupakan
syariat agama islam dimana pemeluknya tidak makan dan minum pada siang hari
selama sebulan penuh pada bulan Ramadhan, maka umat beragama lain yang tidak
beragama islam harus menghormati syariat tersebut dengan cara tidak
mengkonsumsi makanan dan minuman di depan umat islam yang sedang berpuasa.
Itulah sikap yang benar dalam rangka menjaga toleransi beragama, dan hal ini
juga berlaku di dalam kampus. Bukan dengan membalik logika dengan mengatakan
bahwa yang berpuasa harus menghormati yang tidak berpuasa, maka dapat dikatakan
ini adalah sebuah logika yang sesat dan dapat menimbulkan polemik antar umat
beragama.
Begitupula terhadap ajaran-ajaran
yang didalam kitab-kitab suci masing masing agama, tidak boleh ditafsirkan oleh
orang yang bukan ahlinya sehingga menyebabkan perpecahan antar umat beragama
seperti yang terjadi baru-baru ini.
Penafsiran tersebut hanya boleh dilakukan oleh orang yang memiliki
kompetensi di bidang penafsiran ajaran agama, dan diskusi tentang ajaran
didalam kitab suci agama memiliki wadah tersendiri yang disebut sebagai Ilmu
Perbandingan Agama yang ada di Institusi Keagamaan.
Lingkungan kampus sebagai tempat
berkumpulnya para intelektual tentunya sudah sangat memahami hal ini dengan
baik, namun tidak dapat dipungkiri bahwa akan ada oknum oknum tertentu dari
setiap pemeluk agama yang memiliki faham yang menyimpang dari pemahaman yang benar
terhadap sikap toleransi beragama dengan berbagai latar belakang yang berbeda
beda pula.
Oleh karena itu dibutuhkan
keperdulian dan pengayoman yang tinggi terhadap perkembangan kondisi toleransi
beragama di kampus dengan memperhatikan perkembangan sosial media, perubahan
sikap dan prilaku, serta organisasi organisasi keagamaan mahasiswa yang ada di
lingkungan kampus. Dengan demikian diharapkan toleransi beragama di lingkungan
kampus dapat terjaga dengan baik
sehingga proses pendidikan dapat berjalan dengan lancar dan tentunya hal ini
dapat meningkatkan citra kampus sehingga nama baik kampus akan memperoleh nilai
yang sangat positif pada lingkungan sekitar dimana kampus berada.
Jadi, sudah saatnya mahasiswa membumikan sikap toleransi beragama di kampus, khususnya dikampus Universitas Potensi Utama Medan dengan cara membuka kesadaran untuk membuka diri dan saling menghargai.
Akhir dari tulisan ini adalah "Toleransi itu memahami bukan mengakui, membiarkan bukan membenarkan".
Jadi, sudah saatnya mahasiswa membumikan sikap toleransi beragama di kampus, khususnya dikampus Universitas Potensi Utama Medan dengan cara membuka kesadaran untuk membuka diri dan saling menghargai.
Akhir dari tulisan ini adalah "Toleransi itu memahami bukan mengakui, membiarkan bukan membenarkan".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar